Sepatu Baru Anisa

  

Sepatu Baru Anisa

Anisa namanya, biasa dipanggil Nisa. Seorang gadis kecil berusia 9 tahun. Dia duduk di bangku kelas III SD, bermata bulat, yang kesehariannya lebih sering dilewatkan dengan bergumul bersama ternak di rumah. Dari mulai ayam, kambing, sapi dan seekor binatang peliharan, kucing berbulu putih yang dia beri nama Neo. Dia tinggal bersama Ayah dan ibunya di kampung kecil nan asri di desa Runa , Madura.

Ayah Anisa adalah seorang buruh tani yang sekaligus memelihara dan memberi makan sapi dan kambing yang dititipkan tetanggnya. Jika nanti si sapi ini beranak, maka anak sapi tersebut akan menjadi milik ayahnya. Ibunya adalah ibu rumah tangga yang rajin dan cekatan mengurus rumah. Karena Anisa adalah anak tunggal, kedua orang tuanya sangat menyayanginya.

“Berteman itu tidak harus dengan manusia Nisa, binatang dan mahluk hidup yang lain adalah teman kita juga “, suatu hari ayah Anisa pernah menasehatinya, ketika menikmati makan malam bersama di ruang tengah.

“Macan juga ya ayah?! dicakar nanti kalo Nisa berteman sama macan, hehe..”, ujar Nisa tergelak menjawab perkataan ayahnya

“ya nggak dong, kan disini gak ada macan, lagian kan kamu punya Neo. Main sama Neo aja”, sergah ibunya sambil tersenyum.

“ Ayah, besok Nisa sudah mulai masuk sekolah lagi, belikan Nisa sepatu baru ya ayah”, Nisa merengek.

“Sepatu Nisa kan masih bagus, masih bisa dipakai. Nanti kalau ayah ada rejeki , ayah belikan yang baru “

“Tapi sudah sobek bagian depannya ayah, yang sebelah kanan”

“Nanti pasti ayah belikan, sabar ya nak “

               “Iya yah”, Anisa menjawab pelan.

***

Keesokan harinya, Anisa bangun pagi seperti biasanya dan bersiap ke sekolah setlah mandi dan menyantap sarapan nasi goreng buatan ibunya. Berpamitan dengan tak lupa mencium tangan ibunya, Anisa berjalan ringan menuju SD Runa yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya .Dijalan dia bertemu temannya yang juga berangkat sekolah, Siti, mereka sekelas. Ada yang baru pada Siti, tas yang dikenakannya baru dibeli dua hari lalu . “Nis, ini tas mahal loh. Dibelikan tanteku yang di Jakarta”, dengan bangga Siti memperlihatkannya ke Nisa. Tas hitam dengan beberapa resleting di bagian depannya, yang bisa menampung lebih banyak alat tulis. Anisa tersenyum ikut memuji tas baru itu.

Tak berapa lama, akhirnya mereka berdua sampai di sekolah. Anisa melihat ke sekeliling, teman temannya saling memamerkan benda baru yang mereka pakai ke sekolah. Erna dengan kotak pensil barunya, Ahmad dibelikan ayahnya sepeda baru, Rina memakai kacamata baru. “ Eh kacamataku baru karena minus mataku nambah, jadi harus beli yang baru”, Rina merengut. Yang lain tertawa.

Ada lagi yang baru, potongan rambut Farhan. Dia memotong rambutnya,mengoleskan minyak rambut dan membentuknya seperti gunung, sedikit tinggi menjulang di bagian depan. “Akhirnya aku yang paling ganteng disini”, ujarnya sambil berjalan bak artis terkenal. Jadilah kelas riuh rendah menertawakan tingkah Farhan yang konyol.

Anisa, memandangi sepatunya yang sudah terbuka di bagian depannya. Ada sobekan kecil disitu. Dia yang semula tertawa, terdiam kini. Ingin rasanya bisa bisa memakai barang baru seperti yang lain. Namun apalah bisa dikata , ayahnya hanya buruh tani yang tidak selalu ada kerjaan. Siti teman sebangkunya yang sudah memamerkan tas baru, membisikkan sesuatu di telinganya, “kamu nggak ingin sepatu baru Nis?, kan sudah jelek sepatumu?”. Anisa menelan ludah. Dia tersenyum kecut menanggapi ejekan Siti. Keriuhan tersebut tiba-tiba senyap ketika wali kelas mereka memasuki kelas.

Akhirnya tibalah waktu untuk pulang. Sepanjang jalan Anisa berpikir tentang sepatunya yang terlihat lusuh dibanding dengan sepatu teman temannya yang lain . Sesampai di rumah dia melepas sepatunya dan berlari mencari ibunya, perutnya sudah lapar minta diisi. Kepada ibunya dia kembali merengek minta dibelikan sepatu baru, Anisa malu, sepatunya paling jelek diantara yang lain . Ibunya menarik nafas panjang dan membelai rambut putri satu satunya tersebut lalu beliau berkata pelan. “Sabar ya Nisa, tunggu ayah dapat bayaran dulu”, “Sampai kapan bu?, kan sepatu bagian depannya juga sudah sobek, tuh sering kemasukan tanah kan?”, Ketus Anisa. Ibunya tidak menjawab , beliau memilih diam dan membiarkan Anisa mengurung diri di kamarnya .

***

Sejak saat itu , Anisa melihat ibunya selalu bangun lebih pagi untuk menyiapkan sarapan, dan kemudian pergi entah kemana . Ketika berangkat sekolah dia hanya melihat ayahnya yang sibuk memberi makan ayam di kandang. Seharusnya kan ibu yang memberi makan? Kemana ibu gerangan?, pertanyaan itu muncul di benak Anisa. Ah sudahlah, pokoknya aku ingin dibelikan sepatu baru. Titik. Itu saja yang yang ada di benaknya.

Bergegas dia kembali mnegenakan sepatu butut yang menganga di bagian depannya. Seperti sebelumya, dia bersama Siti bertemu di jalan, lalu bersama ke sekolah . Kali ini giliran teman temannya yang lain memamerkan barang baru yang mereka kenakan. Anisa lebih memilih diam di bangkunya ketimbang ikut berkerumun dengan yang lain . Jangankan sepatu baru, tas nya saja adalah pemberian dari Bu RT, tas bekas milik anaknya.

Hari ini adalah jam pelajaran matematika , Bu Hermin sebagai guru matematika meminta semua anak untuk mengumpulkan PR yang diberikan kmarin. Tidak terkecuali Anisa. Lalu beliau menuliskan beberapa soal di papan tulis dan meminta beberapa anak untuk menyelesaikannya . Tibalah giliran Anisa untuk meju ke depan. Karena terburu-buru , tidak sengaja kakinya menabrak kaki bangku , dia terjerembab , tapi dia segera bangun, ujung jempolnya terasa sakit dan dia kaget melihat sepatunya sekarang berlubang besar. Terlihat sobekan lebar hingga kaki jempolnya menyembul meskipun memakai kaos kaki. Anisa dengan menahan malu karena ditertawakan teman – temannya, tetap maju ke depan dan menyelesaikan soal tersebut .

Farhan menyelutuk ketika Anisa berjalan kembali ke bangkunya , “Nis, sepatumu lapar , minta makan tuh “, yang lain langsung tertawa . Bu Hermin berdiri dan meminta anak-anak untuk tenang, beliau mengingatkan bahwa kita tidak boleh mengejek orang lain yang sedang kesusahan . Kelas kembali tenang .

***

Anisa terisak ketika sudah sampai di rumah, dia menolak untuk makan. Hatinya sakit diejek teman temannya sekelas. Dia merasa menjadi anak paling tidak beruntung karena Ayah dan Ibunya belum juga membelikan sepatu baru. Sepatu kanannya memang sobekannya sekarang terlihat menganga lebar. Ibunya kembali menenangkan anak gadis satu-satunya tersebut. Masih dengan suara lembut beliau berkata , “nanti ibu jahit menggunakan benang hitam, untuk memperbaiki yang sobek tadi ya. Masih untung Anisa tidak kenapa napa tadi waktu jatuh. Sabar nak “.

Namun Anisa sudah terlanjur sakit hati , sambil menangis dia menjerit dengan nanda tinggi di hadapan ibunya “pokoknya Nisa mau sepatu baru!”.  “Ya minggu depan ya, ibu belikan, tapi makan dulu ya “, ibunya masih berusaha untuk menghibur anaknya yang sedang diliputi amarah. Akhirnya Anisa mau juga makan, meski masih terisak.

Selama seminggu berjalan, Anisa memakai sepatunya yang sudah terjahit , sehingga sobekannya sudah tidak terlihat lagi . Apakah ejekan teman temannya berhenti setelah itu?, ternyata tidak , kadang masih ada yang mengejek kondisi sepatunya. Anisa kembali tersenyum kecut .

Suatu hari sepulang sekolah, Anisa terkejut. Dari kejauhan terlihat banyak orang di rumahnya. Ada apa gerangan ?. Dia melihat Bibi Ana yang bergegas menghampiri, dipegang lengannya sambil berbisik , “ibumu tadi pingsan, kecapekan. Sekarang sudah tidak apa apa “. Anisa melihat sekeliling, terlihat ibunya masih lemas berbaring ditemani ayah dan beberapa tetangga.

“Nis, sudah pulang nak?” ibunya membelai lengan Anisa dan menariknya pelan untuk mendekat, beliau berkata lirih di dekat telinga Anisa “besok kita akan beli sepatu baru ya nak”.  Rupanya selama ini ibunya bangun lebih pagi untuk bekerja mencucikan pakaian kotor milik tetangga, dan uang jasa yang beliau dapatkan dikumpulkan untuk membelikan sepatu baru untuknya.

Anisa menghambur, memeluk ibunya. Matanya berkaca-kaca. “Ibu maafkan Nisa ya, karena Nisa ibu jadi sakit”.

“Ibu tidak apa apa Nis, cuma kecapekan, kamu makan dulu ya”. Mendengar ibunya berkata demikian, malah membuat Nisa makin terisak. Ibunya sangat memperhatikan Anisa tanpa dia pahami sepenuhnya. Ayahnya lalu menariknya ke meja makan. Mereka duduk berhadapan. Ayahnya menyorongkan piring yang berisi nasi dan lauk yang memang sudah disiapkan untuk Anisa.

“Nis, jika Ayah dan Ibu memintamu untuk sabar, kamu yang sabar ya nak. Jangan dimasukan ke hati ejekan teman-temanmu. Jangan marah juga jika apa yang kita inginkan belum kita dapatkan saat ini. Ayah dan Ibu sedang berusaha, kami sayang sama kamu nak..”, ayahnya menasehatinya panjang lebar.

“Ayah, nasinya tidak bisa aku telan..”, tiba tiba Nisa berkata lirih

“hah?, kenapa?, ada yang salah?, “, ayahnya berdiri dari duduknya karena panik

“tidak apa apa yah, Nisa terharu..hehhee.”, Anisa tersenyum memandangi ayahnya , sang Ayah balik tersenyum karena dijahili anaknya sendiri

Anisa hari ini mendapatkan pelajaran berharga, bahwa sabar akan membawa kita pada hal baik. Sabar akan menjauhkan diri dari amarah dan sakit hati. Dia tersenyum, bersyukur kepada Tuhan karena memiliki ayah dan ibu yang sangat menyayanginya .

Lalu bagaimana dengan sepatu barunya ?! Anisa harus sabar sampai esok hari, dan harus memastikan bahwa ibu sudah kembali sehat seperti semula.

 

Hikmah cerita :

a.      Kita harus sabar jika apa yang kita inginkan, belum kita dapatkan

b.     Mendengarkan hal negatif berupa ejekan dan memasukkannya ke dalam hati, malah akan menguras energi dan hati dilingkupi amarah .

c.      Berusahalah untuk sabar dan tenang.

 

Karya ALWIYA, S.Pd

SDN RUBARU 1

 

 

Post a Comment