Piala Untuk Ibu

 

Piala Untuk Ibu

 

SDN Giring I adalah sekolah dasar negeri yang terletak di pinggiran desa Manding. Sekolah ini siswanya tidak terlalu banyak dan merupakan sekolah yang menerapkan kedisiplinan dan rasa kebersamaan yang tinggi di antara para guru dan siswa-siswanya. Para guru di SDN Giring I selain rajin, pintar, juga sangat perhatian penuh kepada siswanya. Begitupun para siswa taat pada peraturan sekolah dan tidak suka melanggar tata tertib sekolah, tidak terkecuali Reqi.

Reqi adalah siswa kelas VI di Sekolah Dasar Negeri Giring I yang terbilang pintar dikelasnya. Ia berasal dari keluarga yang cukup dikenal di kampungnya. Ayahnya memiliki usaha makanan “Keripik Singkong” yang cukup berhasil. Relasinya banyak, pegawainya banyak, kesempatan untuk beramal juga banyak, dan serba berkecukupan. Akan tetapi, dalam kesehariannya keluarga Reqi tetap bersikap sederhana, tidak sombong, rendah hati, dan suka menolong orang.

Keberhasilan usaha yang diraih mengakibatkan kesibukan ayah dan ibu Reqi cukup menyita waktu, tenaga, dan biaya. Tidak mengherankan jika Reqi kurang mendapat perhatian khusus dari ayah dan ibunya, karena sebagian waktu mereka tersita oleh usahanya itu. Reqi yang merupakan anak tunggal itu pun luput dari perhatian orang tuanya, sehingga Reqi mulai malas-malasan dan kurang  bersemangat untuk belajar dan lebih senang bermain ke luar rumah.

Reqi sering bermain sepak bola, bermain kelereng, bermain layang-layang, dan memancing di sungai dekat rumahnya. Itulah jenis-jenis permainan anak-anak di desa yang kadang-kadang sulit ditemui lagi di kota karena sudah tergantikan dengan adanya gadget. Meskipun permainan yang sering dimainkan oleh Reqi tidak berdampak buruk, akan tetapi jika tidak dikontrol orang tua maka akan menjadi kebiasaan yang buruk.

Hari Sabtu, Ibu Tari guru kelas VI memberikan tugas kepada seluruh siswa kelas VI. Mereka diminta untuk menulis puisi yang bertemakan tentang keluarga. Hasil karya tersebut harus dikumpulkan dua hari mendatang yaitu hari Senin. Selain itu, setiap siswa juga harus membacakan puisi hasil karyanya di depan kelas. Seluruh karya puisi siswa nantinya akan ditempelkan di papan majalah dinding sekolah, digandakan dan dikliping sebagai kenang-kenangan bagi siswa kelas VI tahun itu.

“Dua Minggu mendatang akan ada lomba puisi tingkat kabupaten, Ibu berjanji akan memberikan hadiah dan mengikutsertakan lomba puisi bagi siswa yang hasil karya puisinya paling bagus. Oleh karena itu, kalian harus mengerjakannya dengan serius dan dikerjakan masing-masing ya!” ucap Bu Tari. Siswa-siswa kelas VI tampak bersemangat, serentak mereka menjawab “Baik, Bu”. Mereka akan berusaha menulis puisi sebagus mungkin karena mereka tertarik dengan yang dijanjikan oleh Ibu Tari.

Setiba di rumah, Reqi menceritakan tugas yang diberikan Bu Tari kepada ibunya bahwa ia mendapat tugas menulis puisi dengan tema keluarga. Ia berharap ibu atau ayahnya dapat membantunya  menulis puisi karena tema puisinya adalah keluarga. Tetapi ia tidak langsung mengerjakannya, ia justru pergi ke rumah temannya dan asyik bermain kelereng. Dia berpikir masih banyak waktu untuk mengerjakan tugas dari Bu Tari karena besok masih hari Minggu dan berencana akan menulis puisinya besok pagi.

Pada hari Minggu, ternyata Reqi belum mengerjakan tugasnya menulis puisi. Reqi malah membuat janji dengan beberapa temannya untuk memancing ikan di sungai dekat rumahnya. Sebelum pergi memancing, ia berpamitan kepada ibunya yang sedang sibuk memasak untuk para pekerjanya di dapur. “Bu saya pamit pergi memancing ikan bersama teman-teman di sungai ya”, pamit Reqi. Ibunya teringat bahwa Reqi mendapat tugas dari Bu Tari untuk menulis puisi. “Reqi apakah kamu sudah menyelesaikan tugas dari Bu Tari? Sebelum pergi memancing ikan sebaiknya kamu selesaikan dulu tugasmu biar tidak lupa!” perintah Ibu Reqi.

“Nanti malam saja ya Bu, saya janji akan mengerjakan puisinya. Sekarang saya sudah ada janji dengan teman-teman untuk memancing ikan. Mereka sudah menunggu di luar rumah, kasihan kalau harus menunggu saya lebih lama” teriak Reqi sambil berlari keluar dapur dengan membawa alat pancing dan umpan yang sudah disiapkan sebelumnya.

Hari mulai petang, Reqi baru pulang memancing ikan di sungai. Dia merasa begitu sangat lelah karena memancing ikan seharian. Sesampainya di rumah, usai makan malam ia tertidur karena sangat lelah. Tidurnya tampak pulas sekali, bahkan sampai mendengkur.

Tok... tok... tok... “Reqi.. ayo bangun! Sudah siang, nanti kamu kesiangan berangkat ke sekolah dan terlambat mengikuti upacara. Ayo bangun Reqi sudah jam enam sekarang!!” ucap ibu membangunkan Reqi sambil terus mengetuk pintu kamarnya. Mendengar ketukan pintu yang lumayan keras, akhirnya Reqi terbangun sambil melihat jam beker di meja belajarnya yang menunjukkan pukul 06:15. Ia segera beranjak dan bergegas dari tempat tidurnya menuju kamar mandi untuk mandi dan bersiap berangkat sekolah. Melewatkan sarapan, Reqi berpamitan dengan terburu-buru. “Ayah... Ibu... Reqi berangkat ke sekolah karena sudah terlambat” pamitnya sambil berlari kecil menuju garasi mengambil sepeda yang biasa ia naiki ke sekolah.

Sesampainya di kelas, teman-teman Reqi saling memuji satu sama lain karya puisi yang mereka tulis. Melihat teman-temannya, Reqi baru ingat tugas yang belum dikerjakannya. “Aduh... aku belum mengerjakan tugas. Aku lupa! Bagaimana kalau aku mendapat hukuman dari Bu Tari? Gara-gara kemarin memancing seharian, aku jadi lupa dengan tugasku. Aku menyesal tidak mendengarkan nasihat ibu” gerutu Reqi dalam hati dengan wajah yang tampak pucat.

Tepat pukul 07:00 bel pun berbunyi. Para siswa sudah masuk kelas masing-masing begitu juga para guru telah bersiap masuk ke setiap kelas untuk memulai pelajaran. Tok…tok…tok…tok… suara sepatu Bu Tari yang berjalan dari ruang guru memasuki ruangan kelas. Suasana kelas yang tampak hening itu menambah hati Reqi semakin deg-degan. Setelah memberi salam dan berdo’a, Bu Tari menanyakan tugas yang diberikan dan meminta para siswa untuk mengumpulkan di mejanya. Reqi yang tidak mengerjakan tugas puisi, dengan wajah yang tampak pucat karena belum sarapan dan hati yang deg-degan maju mendekati Bu Tari. “Maaf Bu, saya tidak mengerjakan tugas puisi yang diberikan Ibu. Saya lupa mengerjakannya karena kemarin saya pergi memancing seharian dan malamnya saya merasa sangat lelah sehingga saya tertidur dan tidak mengerjakan tugas menulis puisi. Saya akan menerima hukuman yang akan Bu Tari berikan kepada saya” Reqi mengaku jujur pada Bu Tari. Ibu Tari tersenyum bangga dengan keberanian dan kejujuran Reqi.

Terkenal sebagai guru yang sabar dan tidak pernah marah, Bu Tari langsung mengelus kepala Reqi dan berkata “Ibu memaafkan dan bangga atas keberanian dan kejujuran Reqi. Tanpa Ibu bertanya, Reqi telah mengakui semua kesalahan yang dilakukan. Dan Ibu tidak akan memberi hukuman”. Hati Reqi tampak lega mendengar apa yang disampaikan Bu Tari. “Lalu bagaimana dengan nilai saya Bu, tentu saya tidak akan mendapat nilai karena tidak mengerjakan tugas menulis puisi dan saya juga tidak mempunyai kesempatan untuk mengikuti lomba” jawab  Reqi. “Ibu tetap memberimu nilai dan kamu tetap mempunyai kesempatan mengikuti lomba puisi itu, dengan syarat kamu tetap harus menyelesaikan tugas menulis puisi dalam waktu sehari. Besok kamu kumpulkan ke ruangan Ibu di kantor. Mengerti Reqi?” ujar Bu Tari. “Baik Bu, saya berjanji akan menyelesaikan dan mengumpulkannya besok di meja Bu Tari. Terima kasih Bu Tari telah memberi saya kesempatan menulis puisi” ucap Reqi dengan senyum. Reqi kembali ke tempat duduknya dan Bu Tari melanjutkan pelajaran.

Jam istirahat, di kantin sekolah Reqi dan Beta sedang asyik duduk dibawah pohon manga yang rindang sambil menikmati jajanan yang mereka beli. “Req, kenapa kamu tidak mengerjakan tugas puisi? Apa kata Bu Tari? Apa kamu mendapat hukuman? Bagaimana nilaimu?” tanya Beta teman sebangkunya dengan rasa penasaran. “Aku lupa Bet, karena kemarin aku pergi memancing ikan seharian. Ibuku sudah menasihati untuk menyelesaikan tugasku sebelum pergi memancing. Tapi aku tidak menghiraukannya. Dan Bu Tari juga tidak menghukumku, Bu Tari sangat baik. Beliau memberiku kesempatan untuk menyelesaikan puisinya sampai besok. Jadi aku tetap mendapat nilai dan berkesempatan mengikuti lomba puisi”. “Baguslah kalau begitu, kamu harus menulis puisi itu dengan sangat bagus, Req!” jawab Beta. Dengan percaya diri Reqi menjawab “Tentu saja aku akan menulis puisi itu dengan sangat bagus Bet, aku akan menjadikan hasil karyaku yang paling bagus agar bisa ikut lomba puisi. Kalau aku juara, kamu tentu bangga punya teman sepertiku Bet! Hehehe…”. “Kalau nanti kamu juara dan mentraktirku makan, tentu aku sangat sangat bangga padamu Req, Hahaha…” canda Beta. “Makanan terus yang ada dipikiranmu Bet!!” ucap Reqi.

Bel masuk berbunyi, semua siswa SDN Giring I sudah masuk ke kelas masing-masing dan bersiap menerima pelajaran selanjutnya. Selang beberapa jam, teengg... teengg... teengg... bel tanda pulang pun berbunyi. Siswa kelas VI membereskan buku-bukunya ke dalam tas bersiap untuk pulang.

Sampai di rumah, Reqi mencari ibunya ke setiap sudut rumah untuk menceritakan yang dialaminya di sekolah. Ternyata ibunya sedang duduk di teras belakang sambil menghitung hasil penjualan keripik singkong. “Bu, Reqi ingin bercerita. Apa ibu ada waktu sebentar untuk mendengar cerita Reqi?” tanya Reqi dengan wajah yang memelas di dekat pintu. Mendengar dan melilihat Reqi, dengan sadar merasa bersalah karena kurang memperhatikan anak satu-satunya itu, lalu Ibu Reqi menghentikan pekerjaannya dan menghampiri Reqi.

“Ada apa Reqi? Apa yang ingin kamu ceritakan pada ibu? Ibu minta maaf ya karena akhir-akhir ini ibu dan ayah sibuk dengan usaha keluarga kita sehingga kami jarang memperhatikan kamu” ujar Ibu Reqi menyesal. “Tidak apa-apa Bu, Reqi mengerti. Seharusnya Reqi juga tidak boleh seperti ini karena kesibukan ayah dan ibu. Reqi ingin bercerita kalau Reqi tidak mengerjakan tugas puisi dari Bu Tari” jawab Reqi. Ibunya yang terkejut mendengar cerita Reqi berkata “Lalu bagaimana nak, apa kamu mendapat hukuman dan tidak mendapat nilai dari Bu Tari?”. “Tidak Bu, Bu Tari sangat baik. Beliau memberi saya kesempatan selama satu hari untuk menyelesaikan tugas puisi ini. Jadi saya tetap mendapat nilai dan berkesempatan mengikuti lomba puisi. Ibu bisa bantu Reqi menulis puisinya kan? Karena tema puisinya adalah tentang keluarga. Reqi berharap puisi yang ditulis adalah puisi yang paling bagus dan bisa mengikuti lomba puisi tingkat kabupaten Bu”. “Baiklah, ibu akan membantu anak hebat ibu untuk menulis puisi” elus ibu pada Reqi.

Akhirnya Reqi menyelesaikan tugas menulis puisinya yang dibantu oleh ibunya. Dengan semangat pergi ke sekolah Reqi langsung menuju kantor guru untuk mengumpulkan puisinya di meja Bu Tari. Dilihatnya Bu Tari masih belum tiba di sekolah. Ia meletakkan puisinya di meja Bu Tari.

Selang beberapa menit Bu Tari tiba di kantor guru dan menuju ke meja kerjanya. Dilihat ada selembar kertas di atas meja. Bu Tari membaca selembar kertas itu dan menarik bibirnya tersenyum. Membaca karya Reqi, tanpa pikir panjang Bu Tari menilai karya Reqi adalah yang paling bagus diantara teman-temannya. Bu Tari berniat akan mendaftarkan Reqi mengikuti lomba. Melihat Reqi yang melintas di depan kantor guru, Bu Tari memanggil dan menyuruhnya masuk. “Ada apa Bu Tari memanggil saya?” tanya Reqi. “Ibu sudah membaca puisi yang kamu tulis, Ibu sangat menyukai dan puisimu Ibu nilai yang paling bagus dari teman-temanmu yang lain. Jadi, Ibu akan mengikutsertakan puisimu di lomba puisi tingkat kabupaten. Tugasmu adalah belajar membaca puisi yang kamu tulis ini Reqi, agar kamu bisa juara!” jawab Bu Tari tegas. Reqi yang merasa tidak percaya atas ucapan Bu Tari. “Be... be... nakah Bu? Baik Bu! Saya akan belajar, saya yakin dan berjanji akan menjadi juara di lomba nanti” jawab Reqi semangat.

Tibalah waktu lomba puisi dilaksakan. Banyak peserta dari beberapa sekolah di kabupaten itu. Karya puisi dari sekolah lain tidak kalah bagus. Reqi merasa tidak percaya diri ketika melihat puisi yang dibacakan peserta lain selalu mendapat tepuk tangan dari para juri. “Selanjutnya, peserta nomor 14 dari SDN Giring I silahkan naik ke atas panggung dan membacakan puisinya” perintah pembawa acara tersebut.  Dengan gugup dan hati yang deg-degan Reqi maju dan membacakan puisi yang ia bawa. Dalam hati Reqi berkata bahwa ia harus bisa menjadi juara, jadi ia menghilangkan rasa gugupnya. Dia atas panggung Reqi membacakan puisinya dengan santai dan penuh percaya diri. Tepuk tangan dari para juri juga ia dapatkan setelah membacakan puisi. Bu Tari dan Ibu Reqi yang mengantarkannya ke tempat lomba, tersenyum bangga melihat Reqi. Mereka tidak luput bertepuk tangan bersama para penonton lainnya.

“Kamu hebat nak!!!” seru Bu Tari pada Reqi yang telah turun dari panggung dan menghampiri keduanya. “Terima kasih Bu, ini berkat bantuan dan do’a Ibu saya. Saya bisa menulis puisi ini dengan bagus dan membawakannya di panggung dengan penuh percaya diri” jawabnya sambil tersenyum pada ibunya.

Pengumuman lomba yang dinanti akhirnya telah tiba. Para peserta tampak gugup menanti hasil yang akan disampaikan oleh pembawa acara, tidak terkecuali Reqi yang mulai berkeringat dingin. Pengumuman juara dimulai dari juara harapan sampai juara satu. “Selanjutnya, untuk juara satu dengan perolehan nilai 389 diraih oleeehh... Sekolah Dasar Negeri... Giring I atas nama ananda Reqiii...!! Ananda harap naik ke atas panggung untuk menerima piala dan hadiah”. Reqi dengan mata yang berkaca-kaca mendengar hasil pengumuman lomba itu langsung memeluk Ibu dan Bu Tari. Dengan rasa tidak percaya bercampur rasa bangga karena berhasil menjadi juara, Reqi naik ke atas panggung sambil tersenyum.

Setelah menerima piala dan hadiah, Reqi kembali menghampiri ibu dan Bu Tari. “Terima kasih Bu! Atas bantuan dan do’a Ibu untuk Reqi, saya bisa menjadi juara dan membawa pulang piala ini. Piala dan hadiah ini Reqi akan serahkan kepada Ibu sebagai bentuk rasa terima kasih saya pada Ibu. Ibu telah meluangkan waktu dari kesibukan Ibu untuk Reqi” ucap Reqi yang mencium tangan sambil memeluk erat Ibunya. “Tidak lupa saya juga mengucapkan terima kasih pada Bu Tari yang memberi saya kesempatan menulis puisi ini. Saya berjanji akan lebih rajin belajar agar tugas-tugas yang diberikan para guru tidak lupa saya kerjakan” ujar Reqi pada Bu Tari. “Sama-sama Raeqi, Ibu senang Reqi bersemangat lagi untuk belajar” jawab Bu Tari tersenyum. Akhirnya mereka bertiga pulang dengan rasa bahagia dan bangga karena bisa membawa pulang piala dan hadiah sebagai juara satu lomba puisi.

Penulis : Rita Yuliana, S.Pd

Unit Kerja : SDN Giring I

 

Post a Comment