Siang itu tepat jam
12.00 bel sekolah berbunyi tanda pelajaran sudah berakhir. Dengan
tergesa Aisya merapikan buku-bukunya dan
berjalan menuju rumah. Ia tanpak
terburu-buru sampai tidak mendengar suara Rania yang memanggil- manggil
namanya. Batinnya berkecamuk, Ia teringat kata-kata ibunya semalam yang ingin sekali
membawa adiknya berobat namun tidak punya uang. Sempat terbersit di pikiran
ibunya untuk menjual cincin pemberian ayah Aisya namun hatinya terasa berat
karena cincin itu satu-satunya peninggalan ayah Aisya yang masih tersisa.
“ Aisyaah....” teriak
Rania.
Aiisya terus saja
berlalu tanpa menghiraukan panggilan Rania. Namun Rania tak putus asa. Ia
berlari mengejar Aisya sambil terus memanggil namanya.
“Aisya... Aisyaa ... tunggu
..! tunggulah sebentar ....Aisyaaa .! kata Rania.
Dengan nafas yang masih tersengal –sengal Rania mendekati
Aisya dan melanjutkan pertanyaannya.
“Aisya... ada apa? Mengapa hari ini kamu begitu tergesa- gesa, memangnya kamu hendak
kemana ? biasanya kita selalu pulang bersama-sama, apa aku ada salah? ” tanya Rania . Seketika Aisya menghentikan langkahnya sambil menoleh
kebelakang.
“ Maaf Rania bukan itu masahnya”
jawab Aisya.
“Lalu apa? Sudah dari tadi aku memanggil
–manggil namamu tapi sepertinya kamu tidak peduli. Apa yang terjadi Aisya “?
“
Hari ini aku harus membantu ibuku menjajakan pisang goreng” jawab Aisya. . “Lhoo
memangnyaaa ....” belum selesai Rania berkata , Aisya sudah keburu memotong
pembicaraannya
“ Rania, aku duluan
yaaa... kita ketemu besok “ kata Aisya Aisya
melanjutkan langkahnya.
“Baikklah...” kata Rania, mengernyitkan dahinya.
Wajahnya sedikit cemberut karena sebenarnya ia
masih penasaran mengapa Aisya harus menggantikan ibunya berjualan. Aisyah hanya
tersenyum melihat sahabatnya cemberut, sambil terus berjalan. Sesekali ia
berlari-lari kecil agar segera tiba di rumahnya. Maklumlah rumah Aisyah memang
sedikit jauh dari sekolah namun tak pernah sekalipun ia mengeluh dan meminta
ibunya untuk mengantarkannya karena ia tahu sudah terlalu banyak beban yang
harus ditanggung ibunya sejak kepergian ayahnya.
Ayah Aisyah meninggal
dua tahun yang lalu ketika Aisya masih duduk di kelas tiga SD. Sejak itulah ibunya berusaha menggantikan
peran ayahnya mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci. Namun uang dari hasil
kerjanya tidaklah cukup untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena bukan hanya
Aisya tapi masih ada adik Aisya yang kini sudah menginjak usia lima tahun yang
menjadi tanggungannya. Untuk itulah ibunya juga mencoba mencari tambahan rejeki
dengan menjual pisang goreng di depan toko Pak Rahmad.
Hari ini Ibu Aisya tidak bisa berjualan karena adik Aisya sedang
sakit , Ibunya harus merawat adiknya di rumah karena tidak punya uang untuk
membawanya berobat ke rumah sakit. Hal inilah yang membuat Aisyah nekat menggantikan
ibunya berjualan pisang goreng supaya bisa membawa adiknya berobat.
Sebenarnya Ibunya tidak
mengijinkan karena Aisyah masih kecil.Tapi apalah daya ibunya tidak punya
pilihan lain karena ia harus segera membawa adik Aisyah berobat Hanya itulah
satu-satunya jalan yang bisa ia lakukan saat ini .
Tiba
di rumah Aisya melihat ibunya sudah menunggu di teras rumah.
“Aisyah.. masuklah! “ kamu
ganti pakaian dulu, lalu kamu makan baru berangkat jualan. Ibu sudah menyiapkan
makan siangmu di meja ”.
“Yaa buu...”, jawab
Aisya singkat sambil berjalan masuk.
Selang beberapa menit
Aisya keluar membawa tas kecil yang ia
selempangkan di bahu kirinyaa. “Buu... Aisya pamit dulu doakan Aisyaa
mudah-mudahan hari ini pisang goreng kita cepat laku”.
“Yaa .. hati- hati di jalan
nak ! dan cepat pulang sepertinya cuaca hari ini mendung ibu takut kamu
kehujanan di jalan”.
Dengan tangan kecilnya
Aisyaa membawa keranjang berisi pisang goreng dan berjalan menuju toko Pak
Rahmad. Sebenarnya toko itu tidaklah jauh dari rumahnya namun karena jalannya
yang agak rusak membuat perjalanan aisya sedikit lama.
Tiba di depan toko Pak
Rahmad Aisya menggelar tikar tempat duduk untuk berjualan.Ia melihat sekeliling
tanpak orang ramai berlalu lalang tak satupun orang yang datang menghampiri
dagangannya. Mereka hanya pergi ke toko Pak Rahmad dan berlalu begitu saja.
Toko Pak Rahmad memanglah
ramai karena toko itu yang paling besar
yang ada di daerah aisya. Banyak orang yang datang berbelanja kesana bahkan
penduduk dari desa sebelah juga banyak yang kesana. Itulah yang membuat ibunya
memilih berjualan di depan toko Pak Rahmad.
Sudah satu jam Aisya
berjualan, namun tak satupun dagangannya berhasil dijual. Ia bingung dan tak
tau apa yang harus ia lakukan. Ini pertama kali ia berjualan. Sorot matanya
sendu melihat sekeliling, tanpak sesekali ia mengusap air mata yang menetes di
pipi. Hatinya sedih memikirkan nasib adiknya yang terkulai lemah di rumah. Hari
ini ia harus berhasil mendaptkan uang.
Tiba-tiba terdengar
suara gemuruh, langit tampak gelap mendung mulai menyelimuti dan sesekali kilat
menghiasi angkasa. Hati Aisyah semakin tak karuan. Ia begitu takut hujan akan
turun sementara pisang gorengnya belum laku sama sekali. Air matanya semakin
deras mengalir bersamaan dengan tetesan hujan yang membasahi bumi. Tubuhnya
menggigil diterpa angin musim penghujan. Sambil terduduk lesu ia meminta pada
Tuhan supaya dagangannya laku.
Dari balik pintu datang
seorang laki-laki menghampiri sambil membawa segelas teh hangat. Sudah dari
tadi laki-laki itu memperhatikan Aisya sambil melayani para pembeli yang
datang.Tak tega rasanya ia melihat anak yang masih kecil duduk berjualan di
emperan toko saat cuaca seperti ini.
Sambil menyodorkan teh
ia berkata “ nak minumlah ini ada segelas teh mudah –mudahan bisa menghangatkan
tubuhmu. Dari tadi bapak perhatikan sepertinya kamu kedinginan” Aisya mengangkat wajahnya matanya masih sembab
dan berkaca-kaca. Tak tau apa yang harus ia katakan. lidahnya kelu dan
pikirannya berkecamuk. Aisya hanya
tertegun memandang laki-laki yang ada di depannya. Laki-laki itu tersenyum
ramah, Ia berkata untuk yang kedua kalinya “ nak... minumlah ... apa yang kau
pikirkan? Bapak hanya ingin memberimu teh, bapak tidak akan berbuat jahat
padamu” mendengar kata-kata itu Aisyah tersentak. “Bapak siapa? Tanya Aisyah
sambil menjulurkan tangannya dan mengambil segelas teh dari tangan laki-laki itu.
“Bapak pemilik toko
ini, nama bapak Rahmad”
“ Terima kasih pak ” ternyata laki-laki itu adalah pemilik toko
tempat Aisyah berjualan.
“minumlah nak... kata
pak Rahmad”
Sruuuut ... sruuuut...
sruuuut .....dalam tiga sruputan teh itupun habis. “Sekali lagi terima kasih
pak, bapak baik sekali “ kata Aisyah.
Laki-laki itu kemudian memulai
pembicaraan “ sebenarnya apa yag terjadi, mengapa kamu menangis? dan apa yang
kamu jual?”
Dengan sedikit terbata
dan suara lirih aisya menjawab” pisang .... pisang goreng sayaaa ..... Memang kenapa pisang gorengmu? Pisang goreng
saya tidak laku pak ... “
“Ooo kamu jual pisang
goreng. Mana bapak mau lihat. Sebenarnya dari tadi bapak menunggu Ibu Aminah
yang biasa berjualan pisang goreng di sini tapi sepertinya beliau tidak akan
berjualan hari ini karena biasanya di jam seperti ini beliau sudah datang”.
“ Ibuku tidak jualan hari ini pak, karena adik saya
sedang sakit. “jadi kamu anaknya bu Aminah “ kata Pak Rahmad sedikit terkejut
karena selama ini ia tidak pernah bertemu dengan anak ibu aminah yang ia tau
ibu Aminah memang mempunyai dua orang anak yang masih kecil.
“maafkan bapak ya nak, bapak tidak tau”
Tiba-tiba handphone pak
Rahmad berdering, ternyata istri pak
Rahmad menelpon dan menanyakan apakah pisang goreng pesanannya sudah siap.
Memang malam ini di rumah pak Rahmad ada acara pengajian dan istrinya menyuruh
pak Rahmad untuk membeli pisang goreng bu Aminah. Namun pak Rahman lupa untuk
memesan karena dia pikir akan langsung membeli saja saat bu Aminah berjualan di
tokonya.
“Untunglah nak kamu
berjualan hari ini dari tadi bapak bingung menunggu ibumu yang tak kunjung
datang .Sebenarnya bapak ingin membeli pisang goreng pada ibumu untuk acara
pengajian nanti malam” kata pak Rahmad pada Aisya.
“Memang bapak ingin beli
berapa?” tanya Aisya wajahnya berubah menjadi ceria.senyum manis menghias bibirnya.
“ Bapak butuh lima
puluh buah apa kamu bawa?”
“ Ya pak, hari ini saya
membawa enam puluh buah pisang goreng” jawab Aisyaa
“ Kalau begitu bapak
beli semua pisang gorengmu”
“ Benar paak “ terak
Aisya tak percaya.
Ia sangat gembira
pisang gorengnya habis terjual dan ia bisa pulang membawa uang. Sambil
membungkus pisang gorengnya aisya berkata “ bapak sangat baik, saya tidak tau
lagi apa yang harus saya lakukan kalau bapak tidak membeli pisang goreng saya.”
“ Ya sudah cepat kamu
bungkus pisang gorengnya bapak harus segera pulang karena istri bapak sudah
menunggu”
“ Ini pak “ kata Aisya
sambil menyodorkan bungkusan pada pak Rahmad. Pak Rahmad menerima dan
menyodorkan uang kepada Aisya.
“Aisya bersyukur akhirnya ia bisa pulang dan mendapatkan uang hari ini Tuhan itu maha penyanyang, Ia akan mendengar setiap doa dari hambanya yang bersungguh-sungguh memohon pertolongannya.Namun setiap orang perlu berusaha untuk mendapatkannya.
Penulis :
NURHAYATI
AsaL : SDN. LONGOS I
Post a Comment