Karya J u h a r i, SDN Tambaksari III
Jo, nama panggilan kecil ku yang dekil yang penuh luka
dan borok. Hidup dalam sebuah keluarga miskin, dengan tempat tinggal dari gedek
berukuran 4 kali 6 meter persgi, tidak ada batas kamar antara kamar yang satu
dengan yang lainya. Masing-masing tempat tidur dijejer berdampingan dengan
jarak yang agak mepet.
Aku hidup bertiga dengan ibu dan
adik ku. Saat itu Bapak ku sudah memeninggal sejak aku kelas 3 SMP, sedangkam
adikku masih berusia sekitar 4 tahun. Ibu ku bekerja sebagai kuli kasar
disebuat pabrik garam, berangkat pukul 7 pagi dan pulang pukl 4 sore. Ketika
ibu ku bekerja dan aku pergi ke sekolah, kadang adikku dititipkan pada paman
dan bibi ku yang kebetulan rumahnya di depan rumah ku.
Dengan
bayaran per minggu yang diterima ibu ku, tidak mencukup untuk memenuhi
kebutuhan kami bertiga. Maka jika hari minggu aku dan ibu ku mencari kayu dan
ranting kering untuk dikumpulkan, dan jika tumpukannya sudah banyak lalu aku
jual ke warung untuk aku tukar dengan beras, kacang dan petis buat makan kami
bertiga.
Warung tempat
aku menjual kayu-kayu kering itu kebetulan masih kerabat dekat dari ibu ku.
Lebih tepatnya bibi dari ibu ku sendiri. Kadang jika hasil penjualan kayu bakar
ku sedikit, dan hanya mendapat sekilo beras saja. Maka untuk lauknya aku hutang
dulu, dan akan dibayar ketika nanti menjual kayu kering lagi.
Hal seperti itu itu berjalan
beberapa tahun hingga sekolah ku mengingjak kelas 2 SMA. Sejak kelas 2 SMA aku
mendapat pekerjaan baru, dengan membantu menjadi penjaga malam ditempat aku
sekolah. Bayaran yang aku dapatkan bisa
buat bayar SPP dan lainya, selain juga dapat beberapa kilo beras. Karena saat
ini adik ku sudah mulai masuk kelas 1 SD, jadi aku harus kerja keras untuk
mencari tambahan uang jajan adik ku ketika pergi sekolah.
Ada banyak
kerjaan sampinya yang saat itu aku kerjakan, mulai dari mengisi kamar mandi
tetangga hingga bekerja di pabrik garam tempat ibu ku bekerja. Usaha dan kerja
keras semua dilakukan. Namun satu hal yang tidak pernah aku tinggalkan, yaitu
sholat dhuha, solat tahjjut dan sedekah satu gelas beras setiap bulan tepatnya
ketika hari Jum’at manis.
Meski mata terasa sepet dan
mengantuk berat sholat malam tetap aku kerjakan. Mengaji setiap habis sholat
maghrib rajin aku lakukan. Hal ini semua aku lakukan demi untuk menggapai
cita-citanya untuk menjadi seorang guru, yah seorang guru. Tapi entah mau jadi
guru apa masih belum terpikirkan oleh ku waktu itu. Hobi untuk menjadi guru
sepertinya sudah aku rasakan sejak duduk di bangku SMP. setiap jam akhir pelajaran, aku selalu
mencari sis-sisa kapur yang tidak terpakai. Lalu aku corat-coret papan tulis,
kadang berbicara sendiri layaknya seorang guru swaktu mengajar. Hal itu aku lakukan
hampi setiap hari.
Keinginan untuk menjadi guru waktu
itu semakin kuat, ketika aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku belajar semakin
rajin dan keras, sehingga aku mendapat bea siswa dari sekolah. Bea siswa dari
sekolah yang aku terima, bukan hanya skedar aku termasuk anak yang pintar tapi
karena termasuk orang yang tidak punya tetapi berprestasi.
Dengan bantuan
bea siswa itu, beban hidup ku semakin ringan dan berkurang. Alhamdulillah,
sepertinya Allah telah memberi celah jalan sukses untuk diri ku.
Menginjak akhir semester genap pada
tahun pelajaran itu, ada sebuah pengumuman di ruang BP. Yang berisi tentang
pendaftaran maha siswa baru melalui jalur PMDK untuk jurusan Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. Kami berempat dari satu sekolah mendaftar bersama-sama dengan
mengirikan foto copy raport dari kelas 2 semester genap dan ganjil, ditambah
foto copy raport kelas 3 semester ganjil. Lalu kami kirim melalui pengiriman
POS waktu itu.
Sejak saat itu,
sholat malam semakin gencar aku lakukan. Lalu beberapa bulan kemudia, aku
bermimpi mendapat panggilan dari Perguruan Tinggi yang memberikan edaran yang
dipampang di ruang BP tersebut. Aku berpikir, apakah keinginan ku untuk menjadi
seorang guru akan terkabul.
Setelah
lama menunggu, tepat beberapa minggu sejak mimpi ku di malam itu. Tiba-tiba
bagian kesiswaan memanggil ku. Lagi-lagi Alhamdulillah, persis seprti di dalam
mimpiku bahwa dari 4 orang pendaftar, hanya aku saja yang lolos dalam seleksi
PMDK waktu itu. Sedangkan 3 orang teman ku yang lain, mereka ada yang mendaftar
ke perguruan tinggi lain, ada yang tetap di perguruan tinggi itu tapi melalui
jalur ujian.
Saat
mengetahui bahwa aku telas lolos aku dalam seleksi itu. Lalu aku bergegas
menemui paman yang mana saat ini menjadi wali ku sebagai gantinya orang tua ku.
Setelah aku bercerita panjang lebar di depan keluarga dan memberikan bukti
surat panggilan itu, mereka spontan hampir tidak percaya. Tapi mau bagaimana
lagi bukti bahwa aku lolos seleksi sudah dibaca dan ada di tangan mereka.
Lalu kami semua
berembuk, mencari solusi dari mana biaya itu didapat untuk menyelesaikan
pendidikan selama 2,5 tahun ke depan.
Tapi aku pasrah
saja, jika keluarga ku tidak menemuka solusi untuk membiayai ku maka sampai
disitulah ujung cita-cita ku untuk mejadi seorang guru. Lagi-lagi datang
pertolongan Allah, mereka setuju dan jangan dipikirkan masalah biaya sekarang.
Insya Allah akan ada jalan, itu kata paman ku yang sekaligus menjadi wali ku.
Tiba saatnya untuk memenuhi
panggilan, dimana waktu masuk kuliah sudah tinggal beberapa hari lagi. Aku
berpikir, persiapan apa yang harus aku bawa selaku maha siswa baru di perguruan
tinggi ternama itu. Sepatu ku yang dari
plastik siswa waktu SMA masih bagus, mungkin itu yang harus aku bawa. Baju ku,
tidak mungkin menggunakan baju seragam yang waktu SMA juga. Ikat pinggang, kaos
kaki, buku dan lainnya dari mana bisa aku dapat.
Sungguh Allah
maha pemurah, dari paman, bibi, dan anngota keluarga yang lain ada yang
memberiku uang 5.000 rupiah, ada yang 3.000 rupiah, ada yang 10.000 rupiah.
Semuanya aku kumpulkan untuk membeli perlengkapan yang akan aku bawa kuliah.
Sedangkan baju dan celana, aku mendapat sumbangan dari adiknya paman yang
menjadi wali ku.
Waktu keberangkatan sudah tiba,
getar-getir aku rasakan selama dalam perjalanan. Apa yang harus aku lakukan
selama, kuliah, bagaimana pergaulannya, dan bagaimana pelajarannya. Semua
berkecamuk jadi satu dalam pikiran ku. Ketika tiba dikota tujuan, aku harus
mencari tempat menginap terlebih dalu. Baru esoknya mlakukan daftar ulang
ditempat yang sudah ditentukan.
Waktu berjalan
beberapa minggu bahkan bulan, semua berjalan sesuai dengan harapan tanpa
hambatan yang berarti.
Waktu berjalan sudah satu tahun,
namum kirian setia bulan hanya 30.000 atau paling besar 50.000, sedangkan biaya
hidup di lingkungan kampus lumayan agak mahal. Maka jalan satu-satunya adalah
banyak berpuasa, artinya kurang jajan atau mengurangi belanja kebutuhan
lainnya.
Saat menginjak
semester 3 pada jenjang tingkat dua. Aku mendapat bea siswa lagi, kali ini
bukan karena bea siswa untuk maha siswa yang berprestasi, melainnya semacam
bantuan untuk maha siswa yang kurang mampu tapi berprestasi. Sejak saat aku
ditawarkan untuk tinggal di asrama, dengan tuuan agar lebih fokus dalam
belajarnya.
Waktu sudah berjalan dua setengah
tahun, dimana masa studi ku sudah hampir selesai. Banyak suka dan duka yang aku
rasakan selama di kampus. Salah satu yang paling diingat adalah, hilangnya uang
di dalam ATM. Yang ternyata diambil oleh teman sendiri, karena nomor pin ATM
itu tertulis di amplop tempat ATM itu berada. Dan masih banyak lagi, baik yang
berhubungan dengan mata kuliah atau hal-hal lain yang tidak mudah terlupakan.
Setelah melalui tahapan yudisium dan
wisuda. Maka aku kembali ke rumah untuk mengaplikasikan pendidikan hasil selama
dibangku kuliah dulu. Satu tahun kemudian aku mendapat panggilan untuk
pengkatan menjadi guru SD. Hingga akhirnya aku ditempatkan di sebuah pulau
selama 12 tahun. Tepat tahun 2010 aku mutasi ke sekolah yang tidak jauh dari
tempat tinggal ku. Tahun 2017 aku dipaksa mikut seleksi guru berprestasi, dan
meraih juara dua. Akhir tahun 2021aku diangkat menjadi PLT di sekolah itu.
Dimana sebelumnya sudah mengikuti dilat kepala sekolah selama kurang lebih 4
bulan. Hingga bulan April 2022 aku mendapat SK pengangkatn kepala sekolah ditempat
tugas yang baru.
Meski sudah menjadi kepala sekolah
baru yang agak jauh dari tempat tinggal ku. Kebiasaan lama ku menjalankan
sholat malam dan sholat dhuha tetap aku laksanakan. Singkat cerita, dalam
perjalanan hidup untuk mencari pekerjaan sampingan sampingan sampingan tetpa
dilakun. Hingga saat ini pekerjaan sampingan yang ditekuni diantaranya,
bergabung di Travel Umroh untuk merekrut jamaah umroh, membuka usaha properti
atau perumahan kecil-kecilan, membuka usaga perhiasan emas, membuka usaha cuci
sepuh perhiasan emas.
Kini
aku hidup bahagia dengan satu istri, dan tiga orang anak perempuan. Anak yang
pertama sedang kuliah di kedokteran, anak yang kedua menempuh pendidikan di
pondok, dan anak yang ketiga masih TK nol kecil.
Dari hasil
pekerjaan sampingan ini, kami setiap bulan bisa membantu para wanita-wanita
janda dan orang tidak mampu sebanyak kurang lebih 100 orang. Dengan memberikan
5 kilogram beras dan uang sebesar 50.000 rupiah. Acara ini dilaksanakan setiap
tanggal 28 pada setiap bulannya.
Tentu saja, hal
ini bukan semata-mata pengorbanan yang singkat dan waktu yang relatif singkat.
Kalo aku pikir kembali ke masa lalu, dimana sholat dhuha selalu aku lakukan,
dan sedekah segelas beras yang aku lakukan setiap hari Jum’at pagi. Barangkali
Allah menggantinya pada saat sekarang.
Ya..., itulah
aku Jo si penjual kayu bakar. Sekarang hidup
penuh dengan kesuksesan, bersama-sama keluarga kecilnya.
Post a Comment