Jam dinding menunjukkan jam 03.30 pagi, terdengar suara Langkah kaki
dari kamar menuju kamar mandi dengan terburu-buru. “Aisyah, tumben pagi amat
bangunnya?” sapa ibu dari musholla
yang terletak bersebelahan dengan kamar mandi.
“Iya bu, hari ini pengumuman kelulusan SMP jadi Aisyah harus datang
ke Sekolah lebih awal,” sahut Aisyah sembari menutup pintu kamar mandi.
Keluar dari kamar mandi, Aisyah menghampiri ibunya yang sedang khusyuk berdoa
untuk ikut berdoa bersama sembari meminta doa kepada ibunya agar nilai ujiannya
bagus dan bisa masuk SMA yang ia impikan.
Aisyah adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia gadis pendiam dan
juga pemalu. Tapi dibalik kekurangannya itu, Ia memiliki kecerdasan di atas
rata-rata dibanding dengan kakak-kakaknya.
Jam dinding menunjukkan pukul 06.30, setelah sarapan dan berpakaian
seragam rapi Aisyah bergegas berangkat menuju sekolah yang jaraknya kurang
lebih 1 km dari rumahnya dengan mengendarai sepeda. Tak lupa Ia berpamitan kepada
kedua orang tuanya. Sembari menjulurkan tangannya…,
“Ibu, ayah….Aisyah
pamit berangkat sekolah dulu…., Do’ain Aisyah dapat nilai bagus yaa..” kata
Aisyah.
“Tentu saja…pasti ibu dan ayah do’ain yang
terbaik”. Sahut ibu dengan senyum manisnya.
Dengan segera Aisyah mengayuh
sepedanya keluar dari halaman rumah. Di persimpangan jalan menuju sekolah,
teman-temannya sudah bergerombol menunggu Aisyah untuk berangkat bersama. Dalam
perjalanan mereka pun bersenda gurau
menikmati kebersamaan yang tak kan terulang lagi dengan penuh riang gembira.
Sesampainya di sekolah segera Aisyah
memarkir sepedanya kemudian berjalan bersama teman-temannya menuju kelas
masing-masing. Dari kejauhan terlihat Nita sahabat karib Aisyah melambaikan
tangan sembari memanggil Aisyah. Aisyah yang melihat hal itu seketika berlari
ke arah Nita, dan mereka pun saling bertegur sapa.
“Aisyah…bagaimana
perasaanmu sekarang?, aku takut sekali…khawatir nilaiku tidak cukup untuk masuk
di SMA yang aku impikan….” Nita mencoba memulai pembicaraan.
“Sama! Aku juga khawatir Nit,” jawab Aisyah.
“tapi
kamu pintar Aisyah….dari kelas VII sampai kelas IX selalu juara kelas….pasti
nilaimu bagus!!” kata
Aisyah.
“Belum tentu juga Nita…tp kita berdo’a saja
mudah2an dapat nilai bagus dan bisa melanjutkan ke sekolah impian kita”. Sembari
tersenyum manis Aisyah berusaha menghibur Nita.
Tak terasa setelah lama bercerita dan bersenda gurau bersama Nita dan
juga teman sekelasnya. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Tampak
seorang guru berjalan perlahan menuju papan pengumuman sambil membawa beberapa
lembar kertas di tangannya. Kemudian menempelkan kertas tersebut satu-persatu
dengan rapi. Tak lama setelah kertas terlihat berjejer rapi di papan pengumuman,
teman-teman Aisyah pun mendekat dan saling berdesakan untuk melihat apa yang
tertulis di kertas-kertas tadi. Sedangkan Aisyah memilih untuk menunggu hingga
gerombolan anak2 mulai berkurang. Namun belum sampai kaki Aisyah mendekat, Nita
muncul diantara gerombolan teman-temannya sambil berteriak ke arah Aisyah.
“Aisyah…..selamaaat…! Nilaimu masuk tiga
tertinggi di Sekolah”. Aisyah yang mendengar hal itu langsung mempercepat
langkahnya menuju papan pengumuman untuk memastikan ucapan Nita. Dan benar, nama
Aisyah terlihat dengan jelas di barisan tiga tertinggi. Seketika Aisyah
melompat kegirangan karena impiannya masuk ke SMA unggulan akan segera
terwujud.
Namun dibalik kebahagiaannya itu,
Aisyah merasa sedih karena apa yang dialaminya berbanding terbalik dengan
sahabatnya. Nita tidak dapat melanjutkan ke SMA Unggulan karena nilai yang
diperolehnya tidak mencapai target. Yang akhirnya kedua sahabat itu berpisah
untuk mendaftar ke sekolah masing-masing.
Waktu pun berlalu…Aisyah kini menjadi siswi SMA unggulan di kotanya. Disana
ia bertemu dengan teman-teman baru dari SMP lain, walaupun agak kesulitan untuk
menemukan teman baru karena karakter Aisyah yang pemalu tapi dia tetap berusaha
untuk mencoba berbaur dengan teman-temannya yang kebanyakan dari mereka adalah
anak orang kaya. Sedangkan Aisyah dari keluarga yang sederhana. Tak jarang
Aisyah dikucilkan dengan teman-temannya karena tak se level dengan mereka, tapi
Aisyah berusaha membuktikan dengan giat belajar, dan terbukti walaupun Aisyah
dari keluarga biasa dan sederhana, Ia berhasil menjadi juara kelas dan juga
terpilih sebagai pengurus OSIS di sekolahnya. Bahkan teman yang meremehkannya
pun merasa malu karena kalah dalam hal prestasi.
Naik ke kelas XI Aisyah tetap dengan prestasi baiknya sehingga Ketika
tiba untuk penjurusan, Aisyah berhasil masuk jurusan IPA yang memang jurusan
dengan mata pelajaran yang Ia suka yaitu matematika dan IPA. Karena dari
jurusan itu Ia berharap untuk bisa melanjutkan pendidikan ke universitas yg
diinginkan nya kelak Ketika lulus SMA.
Sambil menunggu bel pulang sekolah berbunyi, Aisyah bergumam dalam hati,
“Ah..rasanya aku pengen cepat-cepat pulang dan memberitahu Ayah dan Ibu
kalau aku diterima di jurusan IPA”,
Teeeeettt……teeet……teeeetttt…….dan bel pulang sekolah pun berbunyi.
Aisyah bergegas memasukkan buku yang masih berserakan di meja ke dalam tasnya,
lalu cepat-cepat mengalungkan tas selempang warna hitam itu ke lehernya sembari
berjalan menuju parkir sepeda motor yang terletak di belakang sekolah.
20 menit kemudian, sampailah Aisyah di rumahnya. Dengan perasaan bahagia
ia masuk ke dalam rumah sembari membuka sepatu dan menaruhnya di tempat sepatu
seperti biasa. Kemudian Ia pun mengucap salam sembari memanggil ayah dan
ibunya,,“ Assalamu’alaikum, …Ayah…Ibu…Aisyah pulang!!”,
Terdengar
dari dalam kamar ibunya pun menjawab “Waalaikumsalam….”,
Dengan
segera Aisyah menuju kamar dimana suara ibu terdengar. Namun seketika itu pula
perasaan Aisyah berubah yang tadinya Bahagia, menjadi khawatir dan sedih Ketika
melihat ayahnya terbaring lemas di tempat tidur. “Bu, Ayah kenapa?”
tanya Aisyah pada ibunya.
“Ayah
sakit Nak,” jawab ibu.
Segera
Aisyah duduk dekat sang ayah yang terbaring lemah di tempat tidur sembari
menempelkan tangannya ke dahi ayah. “Panas sekali” gumam Aisyah.
Lalu Aisyah
menyapa ayahnya seraya menghibur dan menceritakan apa yang terjadi di sekolah“.
“Ayah sakit apa?, oiya hari ini Aisyah penjurusan dan Alhamdulillah masuk
program IPA, Aisyah senang sekali soalnya nanti bisa kuliah di fakultas yang
Aisyah suka” sambil tersenyum lebar
Lalu ayah
pun membalas senyum Aisyah dan menjawab
“Gula Darah Ayah naik makanya ayah drop, tapi gak apa-apa kok Aisyah nggak
usah khawatirin ayah. Alhamdulilah ayah senang dengar Aisyah masuk program IPA,
terus belajar yang rajin ya Nak”
“Iya
ayah” jawab Aisyah.
Waktu pun berlalu, keadaan Ayah
semakin memburuk dan membutuhkan banyak biaya, ditambah kakak Aisyah yang juga
masih kuliah belum juga lulus Karena selisih usia Aisyah dan kakaknya yang
sangat dekat yaitu hanya 2 tahun. Hal itu pun yang mendorong ayah maupun ibu
Aisyah untuk menyampaikan sesuatu kepada Aisyah. Seusai sholat Isya, ibu
memanggil Aisyah dari dalam kamar tempat ayah terbaring sakit. “Aisyah…kemari
Nak”,
Aisyah yang
mendengar seketika menjawab sambil berjalan menuju kamar ayah, “Iya bu”
Kemudian Aisyah
masuk lalu bertanya “ ada apa bu?”
Ibu
menjawab “ Ayah mau bicara”
Lalu Aisyah
mendekat duduk di sebelah ayah yang sedang terbaring.
Ayah pun
berkata “ Aisyah…., ayah minta maaf”
“Maaf
kenapa ayah?, ayah kan nggak salah apa-apa”, jawab Aisyah.
“Ayah
minta maaf karena ayah tidak punya biaya utk menyekolahkanmu sampai bangku
kuliah…., jadi Aisyah sabar yaa, ayah tahu kamu pasti sedih karena kamu sudah
berusaha meraih cita-citamu dengan sangat baik. Mulai dari SD, SMP, hingga
masuk SMA favorit dengan nilai yang sangat memuaskan, apalagi sekarang kamu
masuk program IPA dan selangkah lagi menuju cita-cita yang kamu impikan yaitu
menjadi Dokter, tapi ayah menggagalkannya karena keterbatasan biaya. Tapi, ayah
yakin suatu saat kamu pasti bisa melalui semuanya dengan sangat baik karena
ayah tahu kemampuan Aisyah”.
Mendengar
perkataan ayah, seketika Aisyah merasa sedih. Ia pun hanya bisa berucap “iya
Ayah”, lalu menuju ke kamarnya dan menangis.
Waktu pun berlalu, kini Aisyah duduk
di bangku kelas XII dan sebentar lagi
akan lulus SMA. Disaat teman-temannya mendaftar PMDK atau jalur prestasi
masuk perguruan tinggi, Aisyah pun ingin mendaftar tapi lagi-lagi tidak ada
biaya untuk membeli formulirnya apalagi biaya kuliah di kota besar sangat mahal
meski mencoba mencari beasiswa ia tidak dapat meninggalkan orang tuanya yang
sedang sakit-sakitan, karena kakak-kakaknya berada di kota lain, jadi Aisyah
harus menahan diri dan mengubur cita-citanya itu demi menjaga orang tuanya. Ketika
teman-teman maupun guru bertanya, Aisyah selalu menjawab jika dirinya tidak
akan melanjutkan ke bangku kuliah.
Akhirnya waktu kelulusan kelas XII
tiba, Aisyah senang karena mendapat nilai yang baik meski tidak melanjutkan
kuliah. Segera Ia pulang ke rumah untuk memberitahu kedua orang tuanya. Namun
sayang Ketika sampai di rumah, Ia sangat kaget melihat banyak orang disana.
Segera ia masuk dan melangkah ke kamar ayahnya. Ia melihat kondisi ayahnya
sedang kritis. Seketika rasa Bahagia Ketika berada di sekolah berubah menjadi
sedih. Air mata pun tak berhenti menetes dari kedua bola mata cantiknya. Aisyah
pun bergegas mengambil wudhu lalu mengaji dekat ayahnya.
Tak berapa
lama kemudian ayah Aisyah menghembuskan nafas terakhirnya. Seketika suasana
menjadi hening dan haru. Hati Aisyah pun merasa hancur…, disaat teman-teman
merayakan kelulusan SMA dan melanjutkan kuliah, Aisyah harus bersabar karena
Ayahnya meninggal dan juga menahan diri untuk tidak meraih cita-citanya.
Waktu pemakaman ayah Aisyah pun
selesai…, Aisyah selalu ingat kata-kata ayahnya “ayah yakin suatu saat
kamu pasti bisa melalui semuanya dengan sangat baik karena ayah tahu kemampuan
Aisyah”.
Dan dari
kata-kata ayahnya itulah, Aisyah termotivasi untuk bangkit dan terus melangkah
menggapai mimpinya. Ia pun minta ijin kepada ibunya untuk tetap kuliah meski
dengan jurusan yang berbeda dari cita-citanya dulu. Aisyah ingin kuliah sambil
menjaga ibunya yang seorang diri dan juga renta. Ia ingat jika punya sedikit tabungan
di celengan, tabungan itu hanya cukup untuk membeli formulir pendaftaran.
Sedangkan Biaya kuliah ia berusaha mengumpulkannya sendiri dengan membuka les
dirumahnya. Jadi bermodal kecerdasan yang ia miliki dan juga keinginan untuk
tidak menjadi anak pemalu lagi, Ia berusaha belajar berbicara di depan umum dengan
mengajar dan membuka les. Aisyah pun akhirnya melanjutkan di universitas yang
tak jauh dari rumahnya dengan biaya yang Ia kumpulkan sendiri dari mengajar les
dengan mengambil fakultas Pendidikan. Sebagai tambahan Ia pun berusaha mendapat
Beasiswa. Dan akhirnya yang Ia usahakan pun berhasil. Ia mendapat Beasiswa
Prestasi dari pemda Setempat. Jadi Aisyah Bisa Kuliah dengan biaya sendiri
tanpa membebani ibunya sekaligus menjaga Ibunya karena jarak rumah dan kampus
yang dekat. Hingga lulus kuliah dan
menjadi seorang guru ASN di sekolah ternama dan membahagiakan Ibunya.
Dari pengalaman hidupnya itulah Aisyah berharap dapat terus
membangkitkan semangat anak didiknya bahwa:
“Kita tidak boleh menyerah, dan harus selalu
berusaha bangkit meraih cita-cita meski apa yang dicita-citakan kadang berbeda
dengan apa yang ditakdirkan Allah kepada kita”.
“Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi
ketakutan yang membuat kita sulit. Karena itu jangan pernah mencoba untuk
menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba. Maka jangan katakan pada
Allah aku punya masalah, tapi katakanlah pada masalah aku punya Allah yang Maha
segalanya”. (Ali Bin Abi Thalib RA)
BIONARASI
Rr. Lia Tri Agustina, Lahir di Sumenep pada tanggal 15
Agustus 1985. Alumni Universitas Nusantara PGRI Kediri tahun 2009 ini pernah
menjadi pengajar di Ganesha Operation dari tahun 2014-2017. Dan Saat ini aktif
mengajar di SDN Tenonan II sebagai guru kelas dan juga operator sekolah. Saat
ini juga aktif dalam kepengurusan dan kegiatan Komunitas Peduli Pendidikan
(KPP) Kabupaten Sumenep.
Post a Comment