Si Merah Pengantar Suksesku

 

Si Merah Pengantar Suksesku

Di sebuah desa, tepatnya desa Pabian yang terletak di Kabupaten Sumenep terdapat keluarga kecil yang bahagia. Mereka adalah keluarga Pak Ahmad dan Bu Riyah. Pak Ahmad memiliki tiga orang anak yaitu Dika, Abbas, dan Zahra. Dika sekolah kelas empat, Abbas kelas satu sedangkan Zahra masih berusia dua tahun. Pak Ahmad adalah seorang guru sekolah dasar di Kalianget. Tetapi Pak Ahmad hanya seorang guru honorer yang gajinya hanya ala kadarnya pemberian dari sekolah.

Pak Ahmad juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu sebagai sopir angkot. Angkotnya kelahiran 1989 carry station warna merah. Pak Ahmad memberikan julukan untuk angkotnya yaitu Si Merah. Si Merah merupakan mobil angkot yang sederhana dan juga sudah full audio. Setiap hari setelah sholat subuh pak Ahmad berangkat untuk narik penumpang. Sebelum berangkat pak Ahmad selalu mngecek surat-surat, tak lupa mengelap body Si Merah biar bersih. Si Merah pun senang. Trayek Si Merah hanya Sumenep-Kalianget.

Setibanya di tempat untuk mencari penumpang tepatnya di pintu selatan pasar Anom Sumenep. Si Merah berada diurutan terdepan untuk berangkat menuju terminal Kalianget. Pak Ahmad duduk di belakang angkotnya. “Kalianget! Kalianget! Kalianget!” teriak pak Ahmad kepada setiap orang yang keluar dari pasar dan turun dari mobil Elf. Setelah beberapa saat teman pak Ahmad datang. Sebut saja pak Eric dan memarkirkan mobil angkotnya di belakang pak Ahmad.

“Mad gimana sudah ada penumpangnya?” kata pak Eric. “Oooo, belum ada penumpangnya”, jawab pak Ahmad. “Ya akhir-akhir ini memang susah untuk mencari penumpang”, ujar pak Eric. “Ya disyukuri apa adanya, yang penting kita diberikan kesehatan, rejeki yang barokah dan selalu ingat kepada pencipta yaitu Allah SWT, aamiin...aamiin...” kata pak Ahmad sambil mengajak pak Eric duduk di depan warung kopi bu Sun.

“Kopi satu bu!” kata pak Ahmad. “Saya juga bu jangan terlalu manis”, pak Eric juga memesan. “Siap pak! Saya buatkan”, sahut bu Sun dari dalam warung. Kemudian bu Sun membawa dua cangkir kopi pesanan pak Ahmad dan pak Eric. Memang disini antrean mobil tidak dibatasi oleh waktu, tetapi bila sudah penumpang sudah terisi baru berangkat. Setelah menunggu lumayan lama pak Ahmad pamit kepada pak Eric, karena Si Merah sudah berisi penumpang dan siap berangkat.

“Bapak dan Ibu mari kita berdo’a dulu sebelum berangkat, semoga kita semuanya sampai tujuan dengan selamat dan dijauhkan dari segala hal-hal yang tidak diinginkan” kebiasaan pak Ahmad sebelum berangkat menuju terminal yang dituju. “Ya pak”, jawab penumpang dengan serentak. Akhirnya pak Ahmad berangkat menuju terminal Kalianget, tepat pukul 06.00. Perjalanan dari Sumenep ke Kalianget kurang lebih 25 menit. Pak Ahmad selalu ramah dengan penumpangnya, tidak membangdingkan pemberian ongkos dari penumpangnya dan selalu diterima dengan ikhlas. Perongkosan dari Sumenep menuju Kalianget hanya Rp 7.000,-, dan baru kalau masuk pelabuhan Rp 15.000,-.

Setibanya di terminal Kalianget dan penumpangnya sudah turun semua, pak Ahmad bergegas menuju sekolah tempat dia bertugas. Si Merah pun terparkir dengan rapih di halaman sekolah. Pak Ahmad di sekolah ini bertugas sebagai penjaga perpustakaan dan guru pendamping kelas lima. Pak Ahmad hanya mengajar mata pelajaran muatan lokal yaitu bahasa Madura. Kebetulan hari ini pak Ahmad tidak ada jam mengajar dan hanya menjaga perpustakaan sekolah. Meskipun sebagai guru honorer pak Ahmad selalu rajin datang ke sekolah, untuk memberikan pembelajran kepada siswa dan siswinya.

Setelah pulang sekolah pak Ahmad kembali narik angkotnya menuju ke terminal Kalianget mencari penumpang untuk diantarkan ke Sumenep. Memang untuk transportasi angkutan di Kabupaten Sumenep untuk angkutan umum yang mempunyai trayek perdesaan banyak yang tidak beroperasi karena penumpangnya semakin hari semakin berkurang. Mereka telah memiliki kendaraan pribadi sendiri. Sambil menunggu penumpang pak Ahmad tidak melupakannya yang lima waktu. Dia sholat zduhur di masjid dekat terminal Kalianget.

Tiba-tiba pak Ahmad terkejut waktu pas duduk di dalam mobilnya. “Pak! Pak! Sumenep!” tanya penumpang. “Ya pak!” jawab pak Ahmad. Seperti biasa rutinitas pak Ahmad sebelum berangkat berdo’a terlebih dahulu. Kemudian pak Ahmad dan Si Merah berangkat menuju terminal Sumenep. Di tengah perjalanan lumayan banyak yang menyotop dan naik angkot pak Ahmad. Setiap hari penghasilan pak Ahmad tidak menentu. Hal ini di sebabkan oleh banyak penumpang dan banyaknya jumlah narik dari Kalianget Ke Sumenep atau sebaliknya.

“Bapak sudah datang”, Dika teriak-teriak kepada kedua adiknya dan ibunya. “Hore-hore bapak datang”, Zahra juga teriak sambil bergan dengan Abbas menyambut pak Ahmad pulang dari narik angkot dan mengajar. Mereka semua mencium tangan pak Ahmad sebelum dan setelah datang bekerja. Selasai mandi dan bersih-bersih angkotnya pak Ahmad sholat maghrib berjamaah dengan kedua putranya dan juga istrinya. Kemudian bu Riyah mempersiapkan hidangan di meja makan untuk makan malam bersama. Menu makanan pun ala kadarnya, yang penting sehat dan juga nikmatnya kebersamaan yang menjadiakan mereka bahagia.

“Bapak, Dika mau bicara sama ayah” Dika mengutarakan sesuatu, di saat ayahnya duduk santai sambil menikmati secangkit teh hangant dan singkong rebus buatan bu Riyah. “Ya ada apa nak?”tanya pak Ahmad kepada dika. “Pak Dika minta dibelikan Hand phone, karena teman Dika sudah punta semua dan tipenya sudah baru, dan yang dika sudah lama dan itu sisah dari punya ibu” ujar Dika. “Dika kan bapak sudah bilang, untuk saat ini Dika harus memilih mana kebutuhan dan keinginan, ingat nak! Kita harus mendahulukan barang atau kebutuhan terlebih dahulu daripada keinginan. Bukan bapak tidak mau membelikan tetapi bapak harus mendahulukan mana kebutuhan yang harus dipenuhi baik, untuk Dika, Abbas, Zahra dan ibu”, pak Ahmad sambil memberikan penjelasan kepada Dika. Akhirnya Dika pun mengetahui mana yang harus didahulukan. “Ya pak, Dika mohon maaf, karena Dika telah mendahulukan keinginan dari pada kebutuhan”, Dika menjawab sambil menunduk. “Ya sudah, kamu ajak tidur adikmu karena sudah malam, jangan lupa berdo’a, besok bangun pagi untuk sholat subuh dan sekolah”, pak Ahmad berkata kepada Dika. “Ya pak”, Dika bergegas mengajak adiknya untuk pergi ke tempat tidur.

 

Singkat cerita setelah sekian lama menunggu, pak Ahmad dapat kabar dari teman-teman guru dan media sosial bahwa sebentar lagi ada tes PPPK untuk guru. Pak Ahmad dengan sigap mempersiapkan semua persyaratan untuk ikut tes PPPK. Akhirnya tiba waktunya pendaftaran dan pak Ahmad mendaftarkan dan lolos untuk admistrasi hanya nunggu tes tulis saja. Tetapi untuk tes tahap satu pak Ahmad gagal, nilainya tidak memenuhi passing grade.

Pak Ahmad tidak pernah putus asah. Dia tetap bekerja seperti biasanya, tetap berusaha, berdo’a, dan setiap ada kesempatan baik disela-sela narik Si Merah membuka materi-materi untuk persiapan tes tahap kedua. Pak Ahmad juga tetap meningkatkan kedekatannya dengan Sang Pencipta Allah SWT. Setelah beberapa bulan menunggu, akhirnya tes kedua pun telah tiba. Pak Ahmad mengikuti tes PPPK tahap dua dengan penuh semangat dan tenang. Nilai tes pun langsung keluar, nilainya pun lumayan memuaskan.

Sesampainya di rumah, bu Riyah bertanya kepada pak Ahmad. “Bagaimana hasilnya pak?” tanya bu Riyah. “Alhamdulillah bu nilainya memuaskan. Ya kita nunggu pengumumannya saja”, jawab pak Ahmad. “Ya mudah-mudahan lolos ya pak, semoga Allah SWT memberikan yang terbaik kepada keluarga kita. Aamiin...aamiin...”. “Aamiin...aamiin...”, pak Ahmad menjawab. Beberapa minggu kemudian pengumuman hasil tes PPPK pun keluar, pak Ahmad berhasil lolos dan di tempatkan di sekolah yang baru.

Sekarang ini pak Ahmad telah fokus terhadap pekerjaannya yang telah lama diimpikan yaitu menjadi seorang guru seutuhnya. Pak Ahmad pun berjanji tetap menjaga Si Merah sampai kapan pun tetap dirawat, dan tidak akan dijual. Berkat perjuangan dengan Si Merah pak Ahmad bisa sukses seperti saat ini. Si Merah pun tetap menjadi aktor jalanan trayek Sumenep-Kalianget, walaupun bukan pak Ahmad lagi yang menjadi sopirnya. Tapi teman pak Ahmad yang menjadi sopirnya. Pak Ahmad juga berpesan agar Si Merah dirawat dengan baik. Akhirnya keluarga kecil pak Ahmad hidup bahagia.

Karya MOHAMMAD FAISHOL, SDN BANASARE II


Post a Comment