Senyuman Pelangi

 

Hana anak pertama dari 2 bersaudara. Hana adalah gadis yang riang sementara Ani adalah anak yang sangat kekanakan dan manja. Mungkin karena dia bungsu. Mereka terpaut umur 10 tahun.

Senyuman Pelangi


Semenjak Hana SMA, ia diantar jemput Ayah ke sekolah. Baik panas maupun hujan. Belum lagi kalau ada kegiatan ekstrakurikuler. Tak jarang Ayah menunggu Hana sampai 1jam lebih karena ada jam tambahan. Tetapi Ayah tidak pernah marah sekalipun. Sehingga Hana menginginkan untuk menjadi yang terbaik bagi kedua orangtuanya. Yang selalu menjaga nama baik orangtua. Hana bukan juara pertama dikelas tetapi nilai rapotnya tidak pernah jelek. Hana juga bukan tipe siswa nakal di sekolah yang keluar masuk ruang BK. Hana tidak ingin mengecewakan kedua orangtuanya.

Tiba Hana lulus kuliah dan mencari pekerjaan. “ternyata begini ya rasanya. Kesana kesini ga ad lowongan pekerjaan. Mana capek banget lagi. Haduhh.” keluh Hana sambil mengelap keringat di keningnya. Saat itulah Ayah menyarankan Hana untuk ikut ujian PNS. Hana menolak. Hana ingin bekerja disebuah perusahaan. Menurut Hana, ijazah S1 dan nilai yang lumayan tinggi akan membuat Hana mendapat jabatan tinggi yang memiliki gaji juga besar agar cita-citanya cepat terwujud.

“Horeee…..akhirnya aku dapat pekerjaan,” teriak Hana kegirangan. “walau hanya OB tapi ga apa-apa yang penting aku bisa nabung,” imbuhnya dalam hati.

Sesampainya dirumah, Ayah dan Ibu menyambut Hana yang telah mendapatkan pekerjaan. “Ga apa-apa nak. OB pun ga masalah. Tapi ingat, Hana harus rajin dan fokus bekerja agar bisa naik jabatan dengan cepat,” kata Ayah. “iya yah,” jawab Hana. Ibu hanya tersenyum melihat keduanya.

Hana sangat giat bekerja. Hujan deras pun, Hana tetap berangkat kerja. Hana juga pernah pulang dalam keadaan basah kuyup karena lupa tidak bawa jas hujan. Saat badan demam pun, Hana tetap masuk kerja. Karena prinsip Hana, selama badannya masih bisa berdiri ia akan selalu bekerja. Aturan perusahaan yang ijin 1 hari, gaji langsung dipotong. Hana tidak mau gajinya dipotong. Itu akan mempengaruhi jumlah tabungannya.

4 tahun sudah Hana bekerja sebagai OB. Melihat itu, Ayah sedih. “Bu, tolong kasih tau Hana jangan terlalu memaksakan diri. Ayah ga tega bu melihatnya,” kata Ayah dan ibunya menenangkan dengan berkata, “Yah, Hana pasti baik-baik aja. Kita harus percaya sama Hana ya Yah.” Mendengar itu, Ayah hanya mengangguk.

“Han, bulan depan ada pendaftaran BUMN. Coba daftar nak! Sapa tau aja kamu lolos. Kita kan ga tau nak kalo tidak mencobanya” pinta ayah. Ayah memulai percakapan dengan Hana saat dirinya dirumah.

“Ga ah Yah. Hana males toh Hana sudah punya kerja ini,” jawab Hana enteng.

“Han…kalo kamu lolos, kerjaanmu jadi enak nak. Gaji stabil. Ga usa bontang banting gini,” bentak Ayah. “Belum lagi atasan kamu yang seenaknya nyuruh kamu ini itu diluar jam kerja. Kamu itu cewek. Kesana kesini sampe malam. Enak Han jadi PNS, ga ad pemotongan gaji. Hana, dari banyaknya ketidakpastian di dunia ini. Pekerjaan tetap adalah salah satu yang paling pasti. Miliki 1 ketetapan atas pekerjaan. Itu akan membantumu bertahan dari berbagai cobaan hidup. Ngerti kamu!!!” tambah Ayah.

“Yah…” belum Hana melanjutkan kata-katanya, mata Ayah sudah melotot. Melihat itu, Hana diam dan pergi meninggalkan Ayah sendirian di ruang tamu.

Hana menangis dikamar. ”Yah, tanpa Ayah tau selama ini Hana daftar dan ikut seleksi CPNS. Tapi Hana selalu gagal Yah. Hana takut Ayah kecewa kalo tau Hana gagal. Perlu Ayah tau Hana sudah ikut 3x, kalo Hana ikut tes CPNS BUMN akan jadi keempat kalinya. Gimana kalo gagal lagi Yah? Hana ga mau Ayah dan Ibu kecewa sama Hana. Hana hanya ingin membahagiakan Ayah” gumam Hana ditengah tangisannya. Kata-kata ini lah yang mau Hana ucapkan pada Ayahnya.

2 minggu kemudian setelah kejadian itu, Ayah sakit keras. Saat sedang menunggu giliran, tiba-tiba Ayah muntah darah. Guyuran darah jatuh ke lantai. Semua orang di IGD kaget. Perawat segera mencari sesuatu untuk mengelap darah dan lainnya mengambil tindakan. Hana melihat itu gemetaran. Ia tidak menyangka Ayah separah itu. Sejak itu, Ayah dirawat inap. Tubuhnya lemah dan kian kurus. Selama rawat inap, Hana bolak balik dari tempat kerja dan RS. Selama itu juga, Hana tidak pulang kerumah karena Ibu selalu membawa kebutuhan Hana ke RS. Pada hari ke 10, kondisi Ayah mulai membaik.

Malam itu, Ibu dan Ani pulang untuk mengambil segala kebutuhan kami. Ayah meminta Hana untuk duduk disebelahnya. Ayah memegang tangannya dengan mata yang sendu.

“Ayah terlalu mengaturmu ya?” ,tanyanya. Hana menggeleng. Ia sadar bahwa apa yang dilakukan Ayah pasti ingin yang terbaik untuk dirinya.

“Jadi apapun nanti kamu nak, jangan pernah kehilangan dirimu. Kamu bisa kehilangan orang-orang yang kamu sayang tapi akan selalu ada orang baru yang datang untuk menyayangimu. Namun jika kamu kehilangan dirimu sendiri, percayalah tidak akan pernah ada penggantinya. Kamu hanya perlu jadi dirimu sendiri.

Kamu tidak berutang apapun pada kami karena kamilah yang menginginkanmu. Jangan biarkan siapapun itu untuk membuatmu membenci dirimu.” Malam itu, malam dengan percakapan yang panjang yang belum pernah Hana miliki sebelumnya dengan Ayah.

Sampai akhirnya, Ibu dan Ani datang dengan membawa sekotak es krim untuk kami makan.Kami pun mengobrol dan makan es krim kotak. Karena sifat Ani yang manja itu membuat kami tertawa. Dia lugu dan polos namun tidak sadar bahwa yang dia lakukan terlihat lucu. Lalu Dokter keruangan dan berkata bahwa besok Ayah boleh pulang.

“Alhamdulilah,” jawab kami bertiga serentak. Kami benar-benar bahagia dan akan berkumpul lagi dirumah. Namun waktu Ibu terbangun karena mau shalat tahajjud, Ibu memanggil Ayah dan Ayah tidak menjawabnya. Sampai Ibu memanggilnya lagi dan Ayah tetap tidur. Tidak biasanya Ayah seperti ini. Penasaran, Ibu memanggil nama Ayah dengan menggoyangkan badannya. Tetap Ayah tidak bergerak sedikitpun.

Ibu menangis histeris, “Ayaaahhhh…………”. Sontak Hana dan Ani pun terbangun. Dengan mata yang masih ngantuk, Hana bertanya,” kenapa Ayah bu?”. Panggil dokter nak”, jawab Ibu

“Dok, dok,” teriak Hana. Tak lama Dokter pun datang. “Suami saya kenapa dok?. Bukannya dokter bilang suami saya sudah sehat dan boleh pulang. Kenapa dok?” tanya Ibu dengan tangisnya. Ani hanya diam dan memeluk Ibu. Dokter menjawab, “iya bu. Saya periksa dulu ya”.

“Maaf bu, bapak sudah meninggal”, kalimat pertama yang dokter ucapkan setelah periksa Ayah. Bagaikan disambar gledek. Hana tidak percaya. Ibu menangis dengan memeluk Ayah. Begitu pun Ani “Dok, tolong dok. Periksa Ayah saya sekali lagi dok. Mungkin ada yang salah dok. Tolong dok. Tadi kita itu masih bercanda. Dok, tolong dok. Tolong”, pinta Hana dengan menggenggam tangan dokter dengan tangisannya. Dokter hanya menggeleng dan berkata “maaf” tapi Hana tetap meyakinkan dokter. “Dok, tolong dok. Kan tadi dokter sendiri yang bilang bahwa besok Ayah pulang. Itu artinya kan Ayah baik-baik saja. Tolong dok. Mungkin ada yang salah dengan alat dokter. Tolong dok. Tolong dok. Tolong dok,” pinta Hana dengan bersujud di depan dokter. Namun dokter hanya bisa berkata “maaf ya mbak” dan meninggalkan mereka yang sedang menangis.

Hana benar-benar tidak percaya. Melihat Ibu sudah tidak berdaya dan Ani pun yang masih lugu. Jadi mau tidak mau, Hana yang harus urus semuanya. Ya, semuanya walau dengan bantuan tetangga sekitar. “Hana kuat. Hana kuat”, gumam Hana dalam hati. Ibu dan Ani menangis. Hana ingin tidak menangis, namun hatinya terasa ditusuk-tusuk dan rasanya sakit sekali sampai air matanya menetes.

Saat ini pikiran Hana hanya 1 yaitu pemakaman Ayah harus lancar dan tidak tertunda. Alih-alih berdoa, kepala Hana justru diisi dengan berbagai pertanyaan yang Hana sendiri pun tidak tau harus bertanya kemana. “Ayah, ini sangat mendadak. Bagaimana aku Yah? Gak sayang kah Ayah padaku? Banyak hal yang ingin aku lakukan dengan Ayah? Ayah, aku takut”, ucap Hana dalam hatinya.

Sepeninggalan Ayahnya telah membuat kesepian besar dalam hidup Hana dan meninggalkan kerak luka yang amat dalam dihatinya. Hati terluka namun harus berpura-pura semuanya baik-baik saja. Hana tidak mau menambah beban Ibu. Saat ini, yang Hana punya adalah Ibu.

Hana mengalami overthinking yang berat bahkan menyebabkan kepalanya pusing. Dada yang terasa sesak dan sakit. Hamper tiap malam pulang kerja, Hana menangis di sudut kamarnya karena mengingat Ayah. Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan di kepalanya namun bingung karena tidak pernah menemukan jawabannya sampai ia lelah dan tertidur.

Hari yang cerah dan matahari baru setengah muncul. Hana bangun tidur dan tiba-tiba tidak bisa menggerakkan kakinya. Kaget namun harus tenang. Mungkin ini hanya sementara. Begitu pikirnya. Hana tarik nafas dalam-dalam lalu mencoba gerakkan kaki namun nihil. Ia coba beberapa kali. Tetap nihil. Sampai akhirnya, hana memanggil Ibu dan menceritakan semuanya.

Tanpa berpikir Panjang, Ibu membawa Hana ke RS dengan didampingi Ani. Dokter pun langsung periksa Hana. Sampai waktunya dokter menjelaskan semua hal pada Ibu.

“Begini bu, setelah saya periksa Hana. Saya tidak menemukan penyebab Hana tidak bisa menggerakkan kakinya. Mulai rontgen untuk mendeteksi apakah Hana ada kelainan tulang karena cedera atau tumor,  lalu saya CT scan  untuk mendeteksi kelainan tulang dan jaringan tubuh. Saya juga periksa Hana melalui elektromigrafi bahkan sampai MRI, khawatir adanya kerusakan syaraf. Namun Ibu hasilnya tetap negatif. Tidak adanya penyakit. Sehingga saya menyimpulkan bahwa Hana tidak bisa berjalan karena adanya gangguan psikis. Maaf sepertinya Hana bawa ke psikolog saja untuk menjalankan beberapa terapi. Mungkin dengan terapi psikolog, hormon emosi Hana menjadi stabil dan Hana bisa jalan kembali.”

“Maaf dok, hubungannya sama psikolog apa ya sama Hana yang tidak bisa jalan? saya tidak mengerti”. Jawab Ibu. Dokter menjawab, “Mungkin akhir-akhir ini ada kejadian yang membuat Hana benar-benar terguncang. Karena guncangan yang dahsyat inilah menyebabkan Hana tidak bisa jalan karena respon ke otak menjadi lambat”. Ibu dan Hana saling berpandangan mendengar penjelasan dokter. Ibu paham betul sejak kepergian Ayah, kepribadian hana berubah.

Hana mengundurkan diri. Banyak teman-teman Hana yang datang menjenguknya dan memberikan semangat untuk tidak pantang menyerah. Begitu pun dengan Dian. Dialah teman dekat Hana sejak kuliah. Saking dekatnya mereka seperti saudara kandungnya sendiri. Karena pekerjaan lah yang membuat mereka jarang bertemu. Sedikit banyak Dian bisa merasakan bagaimana perasaan Hana dan itu juga membuatnya sakit. Untuk menghibur Hana, banyak yang Dian lakukan seperti buat video-video lucu mereka, bercerita ini itu, nonton drakor yang kadang buat mereka ketawa, nangis ataupun kesal sampai membuat berbagai macam makanan yang terkadang makanannya langsung dibuang karena rasanya sangat aneh. Banyak hal konyol yang mereka lakukan. Bahkan Dian pun rela menemani Hana seharian saat hari liburnya.

Suatu hari, Dian bertanya “Han, bagaimana keadaanmu? Sudah 1 bulan kamu duduk di kursi roda”. Hana bingung harus jawab apa. Dengan tersenyum, “seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Aku ga tega sama Ibu. Aku tau Ibu sangat sedih melihat kondisiku seperti ini.”

Dengan hati-hati Dian berkata, “maaf Han, tidak ada maksudku mengguruimu. Jangan pernah tersinggung. Aku sangat mengenalmu Han. Bagiku, kamu adalah saudaraku. Jujur, aku sedih melihatmu. Bukan karena kamu tidak bisa jalan tapi melihatmu sedih berlarut-larut.”

Hana menatap serius Dian. “Dengarkan aku Han. Lepaskan semuanya Hana. Aku tau lukamu tidak akan pernah sembuh. Jangan pernah kamu anggap karena aku belum pernah mengalami hal seperti itu, aku tidak tau perasaanmu. Tolong dengarkan aku dan pikirkan semuanya dari sudut pandangku. Kamu jangan egois. Perlu kamu sadari, Ayah kembali pada Sang Pemilik. Kita bukan siapa-siapa Han. Tolong kembalikan Hana seperti dulu. Hana yang ceria, cuek dengan masalah orang lain. Hana yang selalu mengingatkanku bahwa kita harus bahagia. Bukan untuk orang lain tapi untuk diri kita sendiri. Hidup hanya sekali. Jangan risau dengan omongan orang lain. Selama kita tidak keluar jalur dari ketetapan Allah tidak penting dengan lainnya. Orang hanya bisa menilai namun yang berhak menilai adalah Allah. Itu Hana yang aku kenal. Kemana sekarang?

Aku selalu berpikir bahwa kamu orang kuat. Banyak hal yang aku pelajari darimu. Tanpa aku sadar kamu juga bisa rapuh. Baru pertama kali aku melihatmu seperti ini. Rapuh karena kehilangan Ayah. Ternyata Ayah adalah duniamu, segalanya bagimu. Jujur, aku tidak menyangka bahwa saat ini kamu tidak bisa jalan. Serapuhkah kamu Hana? Kenapa aku tidak bisa buat Hana untuk membagi lukanya? Disaat banyak pertanyaan dikepalaku, aku tersadar. Kamu sangat membutuhkanku karena itu aku harus kuat. Tapi Han, aku juga rapuh melihatmu begini. Tolong Han, kembalikan Hana temanku.

Mendengar itu Hana tidak bisa berkata apa-apa. Hana menangis sesegukan dan hanya Dian lah yang bicara.

“Han, mohon ampunlah pada Allah. Kita tidak berhak marah pada kuasaNya. Ikhlaskan Ayah Han. Biarkan ia tenang di alam sana. Datanglah ke makam Ayah. Aku tau selama ini kamu belum pernah ke makam Ayah. Kamu benci Ayah karena mendadak pergi seperti ini. Bahkan kamu pun jadi jarang sholat. Han, Ibu dan Ani telah kehilangan Ayah. Jangan kamu buat mereka kehilanganmu juga. Tolong Han. Pikirkan baik-baik omonganku. Datang ke makam Ayah. Kamu ceritakan semuanya, lepaskan semua kesakitanmu pada Ayah setidaknya agar semua sesak di dadamu berkurang. Lalu bermohonlah pada Allah dengan sholat taubat dan minta kesembuhan padaNya.” Mereka menangis bersama. Tanpa terasa sampai mereka ketiduran, alhasil mata mereka bengkak.

Ucapan Dian sangat mengena ke hati Hana. Ia merenungkan semuanya. “Semua ucapan Dian benar, aku terlalu egois. Hanya mementingkan perasaanku sampai lupa dengan perasaan orang-orang sekitarku” gumam Hana dalam hatinya.

Pagi itu, Hana meminta Dian untuk mengantarkannya ke makam Ayah. Saat masuk ke area pemakaman, dada Hana mulai sakit dan air mata pun menetes. Sampai tiba didepan makam Ayah. Dian meninggalkan Hana. Ia bingung harus ngapain. Tapi disaat Dian benar-benar tak terlihat dan hanya ada Hana di makam. Barulah Hana bicara semuanya. Seolah-olah meluapkan segalanya yang ia bendung selama ini. Tangisannya begitu terisak menandakan bahwa sakitnya luar biasa. 1 jam kemudian, Dian muncul. Melihat itu, Hana tersenyum. Senyuman yang selama ini hilang. Bagai bisul yang pecah, ungkapan yang cocok bagi Hana. Hana merasa lega karena telah mengatakan semuanya walau hanya pada nisannya. Hana sadar, saat ini yang Hana punya hanya Ibu dan adiknya. Mungkin dengan Hana membahagiakan mereka, Ayah pun ikut Bahagia. Sesampainya dirumah, Hana juga tidak lupa memohon ampun pada Allah dan meminta kesembuhanNya. Berangsur-angsur perasaan Hana membaik.

Suatu hari tanpa Hana sadar, ia berjalan. Ia terburu-buru mencari minum karena saat tidur tiba-tiba tersedak. Saat lagi minum bahkan rasa tersedaknya belum hilang, Ibu teriak histeris buat Hana dan Ani kaget. Ibu peluk Hana dengan mengucapkan ”terima kasih sayang atas perjuanganmu selama ini. Ibu tau ini tidak mudah”. Dengan gelas yang masih ditangannya, Hana tetap tidak mengerti dan begitu pun dengan Ani. Hana melepas pelukan Ibu dan berkata, “Bu ada apa?”. Mendengar itu ibunya menjelaskan bahwa posisi Hana saat ini sedang berdiri. Bahkan dari kamar ke dapur, ia tidak memakai kursi roda. Itu artinya Hana berjalan tanpa bantuan apapun dan siapapun. Menyadari itu, Hana melihat dirinya dan juga Ani yang melihat sang kakak. Hana tidak percaya dengan yang terjadi sekarang. Mereka bertiga berpelukan sambil mengucap syukur

Hana juga bergegas memberitahu Dian apa yang baru saja terjadi. Tak lama Dian datang dan meminta Hana menunjukkannya. Hana berdiri dan berjalan 3 langkah didepannya. Mereka berpelukan. Hana mengucapkan terima kasih banyak pada Dian karena dialah yang telah menyadarkan dan membantunya bangun dari keterpurukannya. Sejak itu Hana menjalani perawatan rehabilitasi agar benar-benar sembuh total. Selama itu juga Dian dengan Ibu bergantian menemani Hana.

2 minggu Hana menjalani perawatan dan dinyatakan telah selesai. Namun Hana masih harus hati-hati. Hana sekarang lebih banyak tersenyum. Luka itu masih ada tapi sekarang perasaan Hana agak lega. Sekarang Hana fokus untuk membahagiakan Ibunya.

Hana menerima informasi bahwa bulan depan akan ada rekrutmen penerimaan CPNS. Hana teringat Ayah. Kali ini Hana harus lolos. Sejak itu Hana mulai semangat belajar CAT. Setiap hari mempelajari sejarah bangsa Indonesia dan menghafal pasal demi pasal di UUD 1945. Juga belajar untuk pengayaan verbal dan mengasah logika demi nilai TIU yang lebih baik.

Hari demi hari berlalu sampai tiba waktu ujian. Hana peringkat kedua CAT di formasinya dan harus segera menyiapkan untuk ujian TKB. Seleksi TKB yang benar-benar menghabiskan tenaga dan pikiran. Sebelum pengumuman akhir, Hana berziarah ke makam Ayah. Masih menangis namun disini ada sedikit senyuman Hana. Hana bercerita bahwa dirinya mendaftar CPNS, pekerjaan yang Ayah inginkan untuk Hana. Hana berjanji apapun hasilnya, ia tidak akan kecewa karena telah melakukan semaksimal mungkin dan akan tetap ikut tes CPNS sampai dirinya lolos. Hana akan membuat Ayah bangga dan tersenyum dari sana.

Tiba hari pengumuman akhir, Hana pun dinyatakan lolos. Hana tidak percaya dan meminta Ibu, Ani dan Dian untuk mengecek hasil pengumumannya. Khawatir ada Hana lainnya. Mereka bertiga pun ikut mengeceknya bahkan sampai berulang kali. Dan hasilnya adalah Hana LOLOS. Hana langsung sujud syukur dan ia pun menangis dipelukan Ibunya. Mereka berempat berpelukan dan menangis bersama.

Proses perekrutan yang menguras energi dari perjuangan menaklukan CAT dan TKB sampai akhirnya dinyatakan lolos. Perjuangan ini belum berakhir karena Hana harus segera menyiapkan berkas-berkas dalam pemberkasan tepat waktu. Sangat melelahkan. Tapi terbayarkan saat penerimaan SK CPNS.

Hari ini adalah hari-hari yang ditunggu Hana. Hari dimana Hana menerima SK CPNS. Rasa yang bercampur aduk meliputi dada Hana. Sedih sekaligus Bahagia. Setelah acara selesai, sebelum pulang ke rumah Hana mampir ke makam Ayah dengan maksud ingin memperlihatkan SK nya. Tidak ada tangisan kali ini. Hanya ada senyum Bahagia, begitu pun sesampainya dirumah. Hanya ada senyum bahagia yang meliputi perasaan mereka, Hana, Ibu, Ani dan Dian. Dian selalu menemani Hana dan tidak bosan untuk selalu menyemangatinya.

Keesokan harinya merupakan hari pertama Hana bekerja sebagai CPNS. Seperti pegawai lainnya, Hana pun memakai seragam dan aksesoris seperti bros korpri dan tag name serta tanda pengenal. Hari yang diawali dengan hujan. Bagi Hana, move on memang sulit tapi itu harus karena life must go on. Hana berfikir tentang perjuangannya. Bisa dibilang kurang melibatkanNya dalam proses ini. Berjalan sendiri tanpa memohon pertolonganNya. Bukankah hasil tak akan pernah mengkhianati usaha? Termasuk usaha untuk memohon kemudahan kepadaNya? Benar-benar pembelajaran yang luar biasa bagi Hana. Hana juga tidak akan lupa dengan perkataan terakhir Ayah untuk selalu menjadi diri sendiri. Saatnya Hana berangkat ke kantor. Ia mengucapkan rasa syukur kepada Allah dengan menengadahkan kepalanya ke langit. Menambah kebahagiannya begitu Hana melihat ada Pelangi. Seolah-olah Pelangi itu tersenyum pada Hana, berbangga padanya. Hari yang benar-benar cerah bagi Hana.

 

Karya: Nuramnah Riyantini, SDN Banasare II

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment